Selasa, 10 Maret 2015

KONSEP KONSEP KUNCI DALAM CULTURAL STUDIES

1. Kebudayaan dan Praktik Signifikasi

Cultural Studies tidak akan pernah lepas dari focus budaya. Hall (Barker, 2013:8) mengatakan bahwa kebudayaan yang dimaksud adalah lingkungan actual untuk berbagai praktik, representasi, bahasa, dan adat-istiadat masyarakat tertentu. Kebudayaan juga merupakan bentuk akal sehat yang saling kontradiktif yang berakar dalam, dan membantu membentuk, kehidupan orang banyak. Kebudayaan terkait dengan makna social yang dimiliki bersama, yakni bagaimana memahami dunia.

Cultural studies bukan media netral bagi pembentukan makna namun bagian utama dari makna dan pengetahuan tersebut. Jadi, bahasa memberi makna pada objek material dan praktik social. Proses produksi makna merupakan praktik signigikasi, dan mengeskplorasi makna budaya secara simbolis dalam bahasa disebut suatu sistem signifikasi.

2. Representasi 

Representasi adalah bagaimana dunia ini dikontruksi dan direpresentasikan secara social kepada dan oleh manusia. Representasi dan makna kultural memiliki materialism tertentu, mereka melekar pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah, dan program televisi. Mereka diproduksi, ditampilkan, digunakan, dan dipahami dalam konteks social tertentu.

3. Materialisme dan Nonreduksionisme

Cultural Studies sebagian besar memberikan perhatian pada ekonomi modern dan budaya media pada system kapitalis dimana perusahaan didorong oleh motif mencari keuntungan. CS membentuk materialism kultural untuk mengeksplorasi bagaimana dan mengapa makna dibentuk dan ditentukan pada momen produksi. Selain terpusat pada praktik-praktik signifikasi, CS juga berusaha menghubungkannya dengan ekonomi politik (suatu disiplin yang membahas kekuasaan dan distribusi sumber daya ekonomi social). Konsekuensinya, CS banya membicarakan siapa yang memiliki dan mengontrol produksi kultural, distribusi dan mekanismenya, dan akibat-akibat dari pola-pola kepemilikan dan control tersebut bagi kontur kultural.

Prinsip utama CS adalah karakter non-reduksionismenya. CS melawan reduksionisme ekonomis, yakni upaya untuk menjelaskan makna teks kultural berdasarkan tempatnya di dalam proses produksi. Proses ekonomi politik tidak menentukan makna teks ataupun pemahamannya oleh audien. Justru, ekonomi politik, hubungan social, dan kebudayaan harus dipahami dalam konteks logika spesifik dan cara perkembangannya yang diartikulasikan bersama-sama secara spesifik berdasarkan satu sama lain. Contohnya, masalah isu ras tidak dapat dijelaskan hanya dengan konteks kelas, karena masing-masing sama berimplikasi satu sama lain hingga mengeksplorasi masalah nasionalitas, seperti memahami alas an digenderkan misalnya.

4. Artikulasi

Konsep artikulasi dibentuk CS untuk membuat teori tentang hubungan antar berbagai komponen formasi sosial. Artikulasi mengacu pada pembentukan kesatuan kotemporer antar sejumlah elemen yang tidak harus saling beriringan. Jadi, reprsentasi gender bisa ditempatkan bersama dengan representasi ras, sebagaimana yang terjadi pada nasionalitas dengan cara yang khas dan serba tidak menentu yang tidak dapat diprediksi sebelum fakta ditemukan. Artikulasi juga mendiskusikan hubungan kebudayaan dengan ekonomi politik.

5. Kekuasaan

CS memandang konsep kekuasaan terdapat pada setiap level hubungan sosial. Kekuasaan bukan hanya perekat yang menyatukan kehidupan sosial/kekuatan koersif/menempatkan kelompok orang dibawah orang lain. Karena kekuasaan merupakan proses yang membangun dan membuka jalan bagi adanya segala bentuk tindakan, hubungan, atau tatanan sosial. Kekuasaan meskipun menghambat, namun juga melapangkan jalan. CS memberi perhatian khusus pada orang pinggiran, baik terkait kelas maupun ras.

6. Budaya Pop

CS menganggap budaya pop sebagai landasan tempat dimana persetujuan dapat dimenangkan atau tidak. Cara lain yang digunakan untuk menjelaskan keterkaitan antara persetujuan dengan kekuasaan adalah ideologi  dan  hegemoni, namun konsep tersebut sudah tidak relevan lagi. Ideologi mengklaim dirinya adalah kebenaran universal namun latar belakang sejarahnya ditutup-tutupi dan mengukuhkan kekuasaan. Contohnya, televisi membantu manusia bagaimana menjelaskan dunia, namun mereka mengaburkan pembagian kelas dalam formasi sosial dan karakter nasionalitas yang dikontruksi. Representesasi gender dalam iklan, yang mengangkat perempuan sebagai symbol seksualitas menggeser posisi perempuan dari formasi sosial dan karakter nasioanlitas itu sendiri.
Hegemoni merupakan proses penciptaan dan reproduksi makna oleh pihak atas. Hegemoni menjelaskan dimana pihak atas menerapkan otoritas dan kepemimpinan sosialnya terhadap kelompok terstruktur dengan memenangi persetujuan kelompok tersebut.

7. Teks dan Pembacanya

Konteks teks tidak hanya mengacu kata-kata tertulis, melainkan semua praktik yang mengacu pada makna (to signify). Pembentukan makna melalui berbagai citra, bunyi, objek, dan aktivitas. Karena mereka merupakan sistem tanda, yang mengacu suatu makna dengan mekanisme bahasa, yang disebut dengan teks kultural.

Namun makna yang dibaca oleh kritikus biasanya berbeda dengan audien aktif/pembaca. Bahkan makna yang dimaknai pembaca satu dengan pembaca lainnya berbeda. Teks sebagai bentuk representasi bersifat polemis. Yang penting, makna diproduksi dalam interaksi antara teks dan pembacanya sehingga momen konsumsi juga merupakan momen produksi yang penuh makna.

8. Subjektivitas dan Identitas

Subjektivitas, menganggap diri sendiri sebagai pribadi. Identitas, bagaimana mendiskripsikan diri kepada orang lain. CS mengeksplorasi bagaimana menjadi sosok sebagaimananya manusia sekarang, bagaimana mereka diproduksi subjek, dan bagaimana mereka mengidentifikasikan diri mereka sendiri.

Antiesensialisme menyatakan bahwa identitas bukanlah sesuatu yang eksis, tidak memiliki kualitas universal atau esensial. Identitas merupakan konstruksi diskursif, cara bertutur yang terarah tentang dunia ini. Dengan kata lain, identitas direpresentasikan oleh bahasa.

Sumber:

Barker, Chris. (2013). Cultural Studies: Teori dan Prakrik. Yogyakarta: Kreasi Warna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar